Khutbah Jumat: Terkabulnya Doa

Khutbah Pertama


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، ومِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، أَمَّا بَعْدُ

فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهُدَى هدى مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عليهِ وَسلَّم، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ، أُوْصِيْكُم وَنَفْسِي بِتَقْوَى الله، فَقَد فَازَ الْمُتَّقُوْنَ

Pada tahun kedua Hijriah, terjadi suatu perang yang sangat besar, yang dinamakan oleh Allah ﷻ dengan sebutan Yaumal Furqan ‘hari pembeda’, yaitu perang Badar. Ketika itu, kaum muslim hanya berkisar 300 lebih pasukan dengan persenjataan yang sangat terbatas harus melawan kurang lebih 1000 pasukan kaum musyrikin dengan persenjataan yang sangat kuat.

Hal ini terjadi karena Nabi Muhammad ﷺ beserta para sahabat keluar dalam rangka menghadang kabilah dagang Abu Sufyan. Nabi Muhammad ﷺ beserta para sahabat telah terusir dari kota Mekkah, dan orang-orang musyrikin telah merampas harta mereka, maka saat itulah Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabat merampas balik harta orang kafir Quraisy.

Namun, Abu Sufyan lolos dari hadangan kaum muslim, lalu kemudian meminta pertolongan kepada Abu Jahal dan kawan-kawannya, sehingga datanglah 1000 pasukan kafir Quraisy dengan persenjataan yang sangat kuat.

Ketika itu, kondisinya tentu sangat genting. Jumlah kaum muslimin dan persenjataan mereka tidak sebanding dengan jumlah kaum musyrikin dan juga persenjataannya. Oleh karenanya, ketika itu Nabi Muhammad ﷺ berdoa dengan beristigasah, sebagaimana yang Allah ﷻ abadikan dalam firman-Nya,

﴿إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُم بِأَلْفٍ مِّنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ﴾

“Ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, maka akan diperkenankan bagi kalian, ‘Sungguh Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut’.” (QS. Al-Anfal: 9)

Ketika itu, Nabi Muhammad ﷺ bersama dengan Abu Bakar radhiallahu’ahu menyendiri berdua, sementara para sahabat yang lain maju dalam medan pertempuran. Tugas keduanya adalah berdoa kepada Allah ﷻ sebelum maju dalam medan pertempuran. Keduanya pun berdoa kepada Allah ﷻ, namun ketika Abu Bakar radhiallahu ‘anhu telah selesai berdoa, Nabi Muhammad ﷺ belum selesai berdoa. Nabi Muhammad ﷺ masih menengadahkan tangan beliau sampai-sampai selendang beliau terjatuh, namun beliau tetap berdoa.

Abu Bakar radhiallahu ‘anhu yang telah selesai berdoa kemudian mendatangi Nabi Muhammad ﷺ dan berkata,

يَا نَبِيَّ اللَّهِ كَفَاكَ مُنَاشَدَتَكَ رَبَّكَ، إِنَّهُ سَيُنْجِزُ لَكَ مَا وَعَدَكَ

“Ya Nabi Allah, cukuplah kiranya Anda bermunajat kepada Allah, karena Dia pasti akan menepati janji-Nya kepadamu.”([1])

Nabi Muhammad ﷺ tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, beliau terus berdoa kepada Allah ﷻ  dengan berkata,

اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي، اللَّهُمَّ إِنَّكَ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ العِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الإِسْلَامِ لَا تُعْبَدُ فِي الأَرْضِ

“Ya Allah, tepatilah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, berilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika pasukan Islam yang berjumlah sedikit ini musnah, niscaya tidak ada lagi orang yang akan menyembah-Mua di muka bumi ini.”([2])

Nabi Muhammad ﷺ terus berdoa kepada Allah ﷻ hingga turunnya ayat yang telah kita sebutkan, yaitu firman-Nya,

﴿إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُم بِأَلْفٍ مِّنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ﴾

“Ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, maka akan diperkenankan bagi kalian, ‘Sungguh Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut’.” (QS. Al-Anfal: 9)

Dengan sebab pertolongan Allah ﷻ tersebut, akhirnya Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabat akhirnya menang dalam perang Badar tersebut. Allah ﷻ berfirman,

﴿وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ﴾

“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.” (QS. Ali-‘Imran: 123)

Ma’asyiral muslimin, ketika seseorang berdoa kepada Allah ﷻ dengan menghinakan dirinya di hadapan Allah ﷻ, maka itu akan menjadi salah satu sebab utama untuk doa itu dikabulkan oleh Allah ﷻ.

Lihatlah Nabi Musa ‘Alaihissalam ketika beliau dikejar oleh pasukan Fir’aun, beliau pun pergi meninggalkan kota Mesir menuju negeri Madyan. Tanpa persiapan dan perbekalan, beliau berjalan dengan menempuh jarak yang jauh, hingga akhirnya beliau tiba di negeri Madyan tersebut. Allah ﷻ menceritakan,

﴿وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ امْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّىٰ يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ﴾

“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan, ia menjumpai sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata, ‘Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?’ Kedua wanita itu menjawab, ‘Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya’.” (QS. Al-Qashash: 23)

Kemudian Allah ﷻ berfirman,

﴿فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ﴾

“Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa, ‘Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku’.” (QS. Al-Qashash: 24)

Nabi Musa ‘Alaihissalam bingung hendak ke mana lagi setelah membantu kedua wanita tersebut. Tidak ada orang yang menolongnya, sementara beliau dalam kondisi yang sangat lapar, namun tidak ada satu pun orang yang menjamu dan mengajaknya makan.

Akhirnya, beliau kemudian Nabi Musa mengadu dan menyampaikan keluhannya kepada Allah ﷻ, dan menyampaikan kebutuhannya akan karunia dari Allah ﷻ. Akhirnya Allah ﷻ mengabulkan doa Nabi Musa ‘Alaihissalam, Allah ﷻ berfirman,

﴿فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا﴾

“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan malu-malu berkata, ‘Sesungguhnya ayahku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap kebaikanmu memberi minum (ternak) kami’.” (QS. Al-Qashash: 25)

Hadirin yang dirahmati oleh Allah ﷻ

Lihatlah Nabi Musa ‘Alaihissalam, ketika beliau menghinakan dirinya di hadapan Allah ﷻ, tanpa tahu dari mana pertolongan itu akan datang. Namun, Allah ﷻ tahu keperluan Nabi Musa ‘Alaihissalam, sehingga Allah ﷻ menolong Nabi Musa ‘Alaihissalam melalui wanita yang beliau bantu.

Selain itu, lihatlah Nabi Ayub ‘Alaihissalam. Ketika beliau ditimpa dengan penyakit bertahun-tahun, sehingga akhirnya orang-orang menjauh darinya. Akhirnya, beliau pun berdoa sebagaimana yang Allah ﷻ abadikan dalam Al-Qur’an,

﴿وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ﴾

“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang’.” (QS. Al-Anbiya’: 83)

Akhirnya, Allah ﷻ pun mengabulkan permohonan Nabi Ayub ‘Alaihissalam, dan belia pun sembuh.

Lihatlah Nabi Yunus ‘Alaihissalam, ketika ditelan oleh ikan paus, Allah ﷻ menceritakan,

﴿وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ﴾

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkan urusannya, maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim’.” (QS. Al-Anbiya’: 87)

Dari dalam kegelapan perut ikan paus, dalam kegelapan malam, dan bahkan dalam kegelapan lautan, Nabi Yunus ‘Alaihissalam merendahkan dirinya di hadapan Allah ﷻ dan berdoa, sehingga akhirnya Allah ﷻ pun menolongnya.

Para hadirin yang dirahmati oleh Allah ﷻ.

Sebab utama agar doa kita dikabulkan oleh Allah ﷻ adalah merendahkan diri di hadapan Allah ﷻ, merasa butuh kepada-Nya, merasa perlu kepada-Nya, dan merasa hina di hadapan Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,

﴿يَاأَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ﴾

“Wahai manusia, sesungguhnya kalian fakir kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir: 15)

Jika seseorang ingin dikabulkan doanya oleh Allah ﷻ, maka hendaknya dia hinakan dirinya di hadapan Allah ﷻ. Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ، وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Kondisi seorang hamba yang paling dekat dari Rabbnya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa.”([3])

Ketika seseorang sedang sujud dalam salatnya, maka dia sedang menghinakan dirinya, karena dia telah meletakkan bagian dari tubuhnya yang sangat terhormat, yaitu kepalanya, sambil memuji Allah ﷻ dengan mengatakan,

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ

“Maha Suci Rabb Yang Maha Tinggi, dan segala puji bagi-Nya.”([4])

Oleh karenanya, hendaknya seseorang bersungguh-sungguh dalam berdoa ketika sujud, sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ,

فَاجْتَهِدُوا في الدُّعَاءِ، فَقَمِنٌ أنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

“Maka berusahalah bersungguh-sungguh dalam doa, karena pasti Allah akan mengabulkannya bagi kalian.”([5])

Demikian pula, di antara sebab dikabulkannya doa adalah tatkala seseorang melepaskan kesombongan yang ada di dalam dirinya. Oleh karenanya para ulama menyebutkan bahwa di antara sebab mudahnya dikabulkan doa adalah tatkala seseorang sedang bersafar. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ yang telah menyebutkan tentang seseorang yang telah melakukan sebab-sebab dikabulkannya doa,

ذَكَرَ الرَّجُلُ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ

“Disebutkan ada seorang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku’.”([6])

Demikian pula, Allah ﷻ juga menyebutkan dalam hadis qudsi tentang orang-orang yang berhaji di padang Arafah. Allah ﷻ berfirman kepada para malaikat,

انْظُرُوا إِلَى عِبَادِي أَتَوْنِي شُعْثًا غُبْرًا ضَاحِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ أُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ

“Lihatlah hamba-hamba-Ku, mereka mendatangi-Ku dari berbagai penjuru bumi dengan rambut yang kusut dan badan penuh dengan debu, Saksikanlah bahwa Aku telah mengampuni mereka’.”([7])

Oleh karena itu, jika seseorang ingin agar doanya dikabulkan doanya oleh Allah ﷻ, maka dia harus merasa perlu kepada Allah ﷻ, harus merasa hina di hadapan Allah ﷻ. Sungguh contoh yang menakjubkan dari Nabi Muhammad ﷺ, setelah beliau menjamak taqdim salat zuhur dan asar di padang Arafah, maka beliau ﷺ naik ke atas untanya lalu mengangkat kedua tangannya berdoa kepada Allah ﷻ setelah zuhur hingga matahari tenggelam (magrib). Berjam-jam Nabi Muhammad ﷺ berdoa kepada Allah ﷻ, bahkan ketika untanya bergerak, Nabi Muhammad ﷺ memegang tali kekang untanya dengan tangan kiri, dan tangan kanannya masih tetap di angkat ke arah langit sambil berdoa kepada Allah ﷻ.

Berbeda dengan sebagian jemaah haji kita di zaman sekarang ini, banyak dari mereka yang berdoa hanya sekitar 15 menit saja, dan setelah itu mereka sudah tidak tahu lagi apa yang mereka ingin panjatkan. Seakan-akan mereka tidak tahu apa yang mereka butuhkan dari Allah ﷻ. Sementara Nabi Muhammad ﷺ, yang pintu surga tidak akan terbuka kecuali beliau yang mengetuknya, beliau berdoa dengan luar biasa dari zuhur hingga magrib. Namun, demikianlah Nabi Muhammad ﷺ, beliau adalah orang yang paling merasa butuh kepada Allah ﷻ.

أَقٌولُ قَوْلِي هَذَا وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ وَخَطِيئَةٍ فَأَسْتَغْفِرُهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

 

Khutbah Kedua


الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِه، وَأَشْهَدُ أَن لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ تَعْظِيمًا لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوَانِهِ، أَللَّهُمَّ صَلِى عَلَيهِ وعَلَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَإِخْوَانِهِ

Ma’asyiral muslimin, agar kita bisa menghadirkan di dalam diri kita rasa butuh, rasa hina terhadap Allah ﷻ, maka ada dua hal yang mungkin perlu untuk kita lakukan.

Mempelajari tentang keagungan Allah ﷻ
Semakin seseorang mempelajari tentang keagungan Allah ﷻ serta sifat-sifat-Nya, maka dia akan merasa semakin hina di hadapan Allah ﷻ, karena dia mengetahui bagaimana keagungan dan kebesaran Allah ﷻ.

Oleh karenanya, Nabi Muhammad ﷺ adalah orang yang paling merasa hina di hadapan Allah ﷻ. Beliau ﷺ pernah berkata,

أَنَا أَعْلَمُكُمْ بِاللَّهِ

“Aku adalah orang yang paling tahu tentang Allah daripada kalian.”([8])

Oleh karena itu, kita perlu untuk belajar tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah ﷻ. Kita perlu belajar makna dari Al-Ghafur, Ar-Rahman, At-Tawwab, Al-Halim, Al-Khabir, Al-Qawiy, Al-Aziz, Al-Hakim, dan yang lainnya. Semua nama-nama tersebut memiliki makna-makna yang indah, yang menjelaskan tentang sifat-sifat keagungan Allah ﷻ. Maka dengan mengenal nama-nama Allah ﷻ tersebut kita akan merasa hina di hadapan Allah ﷻ.

Menyadari bahwa dirinya adalah hamba yang sangat lemah dan sangat butuh kepada Allah ﷻ
Kita adalah hamba yang sangat lemah, tidak bisa berbuat apa-apa tanpa pertolongan Allah ﷻ, dan kita harus menyadari hal itu. Oleh karenanya, di antara doa Nabi Muhammad ﷺ,

يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ، أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ، وَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ

“Wahai Tuhan Yang Maha Hidup, wahai Tuhan Yang Maha Tegak, dengan rahmat-Mu aku meminta pertolongan-Mu, perbaikilah segala urusanku dan jangan Engkau limpahkan aku kepada diriku walau sekejap mata.”([9])

Nabi Muhammad ﷺ sangat memahami bahwa dirinya sangat lemah di hadapan Allah ﷻ, dan kita pun harus menyadari hal itu.

Lihatlah diri kita, ketika masih berada di dalam kandungan ibu kita, kita tidak bisa apa-apa, hanya Allah ﷻ yang memberikan kita rezeki. Ibu kita sendiri tidak bisa berbuat dan mengatur apa-apa bagi kita ketika masih berada di dalam janin, tapi Allah ﷻ lah yang mengatur segala hal bagi kita selama kita masih berada di dalam janin.

Bahkan setelah dewasa, kita pun bisa semakin yakin bahwasanya kita ini sangatlah lemah dan kita diatur oleh Allah ﷻ. Sering sekali kita melihat orang-orang yang terlihat kuat, gemuk, namun ketika Allah ﷻ cabut kesehatan darinya, ia pun menjadi sakit. Bahkan tidak perlu jauh melihat orang lain, lihatlah diri kita, organ-organ yang ada di dalam diri kita ini dijalankan oleh Allah ﷻ. Ketika satu saja dari nikmat tersebut dicabut oleh Allah ﷻ, maka kita akan selesai.

Oleh karena itu, kita harus senantiasa sadar bahwasanya kita selalu butuh kepada Allah ﷻ, dan di antara agar kita merasa butuh kepada Allah ﷻ adalah dengan menyadari kelemahan kita, dan menyadari bahwa semua kemaslahatan kita berada di tangan Allah ﷻ, karena tidak ada daya dan upaya melainkan dengan izin Allah ﷻ.

Ma’asyiral muslimin, doa adalah perkara yang sangat agung, sampai-sampai Nabi Muhammad ﷺ bersabda,

إِنَّ الدُّعَاءَ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Sesungguhnya doa adalah inti sari dari ibadah.”([10])

Seseorang yang berdoa kepada Allah ﷻ, itu berarti dia telah melakukan ibadah yang sangat agung, karena di dalam doanya tersebut, dia telah merendahkan dirinya dan mengakui kekurangan dirinya. Bahkan, mungkin ia menangis ketika menadahkan kedua tangannya di hadapan Allah ﷻ, lalu dia meminta kepada Allah ﷻ. Kondisi ini sangat disukai oleh Allah ﷻ, karena di saat itu seseorang seakan-akan telah mengakui dirinya sebagai hamba dengan menghinakan dirinya.

Oleh karena itu, ketika seseorang memberikan kondisi menghinakan diri tersebut kepada selain Allah ﷻ, maka dia telah berbuat kesyirikan yang sangat besar, sebagaimana firman Allah ﷻ,

﴿وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ﴾

“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang berdoa kepada selain Allah yang tiada dapat memperkenankan doanya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?” (QS. Al-Ahqaf: 5)

Sungguh telah tersesat orang-orang yang berdoa kepada selain Allah ﷻ, karena tidak ada syirik yang lebih parah daripada syirik berdoa kepada selain Allah ﷻ. Ketika seseorang menadahkan kedua tangannya, merendahkan dirinya, untuk kemudian fokus meminta kepada Nabi Muhammad ﷺ, kepada orang-orang saleh, kepada wali-wali, bahkan meminta kepada jin-jin, maka itu adalah kesyirikan yang sangat besar, karena seharusnya kerendahan dan memohon itu hanya diberikan kepada Allah ﷻ.

Sebagian orang bisa untuk menangis ketika berdoa di kuburan, tapi dia tidak bisa menangis ketika berada di masjid. Di kubur di menghinakan dirinya, sementara di masjid dia tidak bisa melakukan hal yang sama. Kalau demikian, siapakah yang mereka sembah? Rabbul ‘alamin atau makhluk yang telah mati?

Sebagian orang demikian, mereka datang ke masjid Nabawi, lalu meminta-minta kepada Rasulullah ﷺ. Ketahuilah bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah manusia biasa, beliau sendiri ketika perang Badar beristigasah kepada Allah ﷻ. Kalau ketika hidup saja Nabi Muhammad ﷺ tidak bisa berbuat apa-apa, maka tentu ketika beliau telah meninggal dunia lebih tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Lantas kenapa ada sebagian orang yang kemudian meminta kepada beliau? Bisa kita katakan bahwa mereka adalah orang yang tidak waras.

Maka dari itu, jangan sampai seseorang menghinakan dan merendahkan dirinya di hadapan makhluk seperti dia merendahkan dirinya di hadapan Allah ﷻ, karena yang demikian dia telah menjerumuskan dirinya dalam kesyirikan kepada Allah ﷻ. Sesungguhnya Allah ﷻ sangat mencintai apabila hambanya merendahkan dirinya di hadapan-Nya, dan sangat membenci apabila hamba-Nya merendahkan diri kepada selain-Nya.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتْ

اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِينَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتي فِيهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْـحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الجَنَّة وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ، وَنَعُوذُ بِكَ مَنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Footnote:

______

([1]) HR. Muslim No. 1763.

([2]) HR. Muslim No. 1763.

([3]) HR. Muslim No. 482.

([4]) Shahih al-Jami’ ash-Shaghir Wa Ziyadah No. 4734.

([5]) HR. Muslim No. 479.

([6]) HR. Muslim No. 1015.

([7]) HR. Ibnu Khuzaimah No. 2840.

([8]) HR. Bukhari (1/31).

([9]) HR. Nasai No. 10330 dalam Sunan al-Kubra Li an-Nasa’i (9/212).

([10]) HR. Bukhari No. 714 dalam al-Adab al-Mufrad.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.