Biografi Imam Malik 93 H/712 M - 179H/798 M



    Riwayat Hidup

    Imam Malik adalah Imam yang kedua dari Imam-imam empat serangkai dalam Islam dari segi umur. Beliau dilahirkan dikota Madinah, suatu daerah di negeri Hijaz tahun 93 H/712 M, dan wafat pada hari ahad, 10 Rabi’ul Awal 179 H/798 M di Madinah pada masa pemerintahan Abbasyiah dibawah kekuasaan Harun al-Rasyid. Nama lengkapnya ialah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amr ibn al-Harits ibn Ghaiman ibn Khutsail ibn Amr ibn al-Harits al- Ashbahi al-Humairi Abu Abdillah al-Madani. Beliau adalah keturunan bangsa arab dusun Zu Ashbah, sebuah dusun dikota Himyar, jajahan negeri Yaman. Ibunya bernama siti al-‘Aliyah binti Syuraik ibn Abd.Rahman ibn Syuraik al-Zadiyah. Imam Malik ibn anas adalah Ahl al-Madinah dan Amirul Mu’minin Fi al-Hadits, beliau lahir di Madinah dan tidak pernah pergi meninggalkan kota tersebut kecuali keMekah menunaikan ibadah haji.

    Imam Malik adalah seorang yang berbudi mulia, dengan pikiran yang cerdas, pemberani dan teguh mempertahankan kebenaran yang diyakininya.Beliau seorang yang mempunyai sopan santun dan lemah lembut,  suka menjenguk orang sakit, mengasihani orang miskin, dan suka memberi bantuan kepada orang yang membutuhkanya.Beliau juga seorang pendiam serta menjauhkan diri dari segala macam perbuatan yang tidak bermanfaat, suka bergaul, bergaul dengan pejabat pemerintah, orang yang mengerti dengan agama, dan tidak pernah melanggar batasan agama.

    Pendidikanya

    Beliau mempelajari ilmu pada ulama-ulama Madinah, diantara para tabi’in para pandai dan para ahli hukum agama. Guru beliau yang pertama adalah Abdurahman ibn Hurmuz, beliau dididik ditengah-tengah mereka itu sebagai seorang anak yang cerdas pikiran, cepat menerima pelajaran, kuat ingatan dan teliti. Dari kecil beliau membaca al- Qur’an dengan lancar dan luar kepala dan mempelajari Hadits, setelah dewasa beliau belajar kepada ulama dan Fuqaha. Beliau menghimpun pengetahuan mereka, menghapal pendapat-pendapat mereka, dan mengambil kaedah-kaedah mereka sehingga beliau pandai tentang semua itu.

    Imam Malik mendalami ilmu pengetahuan selain dari Abdurahman ibn Harmuz juga belajar kepada Nafi ibn Abi Nua’im, Maula ibn Umar dan Rabi’ah al-Ra’yi.Imam Malik terkenal sebagai seorang yang kuat menekuni bidang ilmuKeislaman tetapi yang paling disenangi dan ditekuni ialah bidang Fiqih dan Hadits Rasulullah SAW.

    Sebagai seorang ahli Hadits, beliau sangat menghormati dan menjunjung tinggi hadits Nabi SAW, sehingga bila hendak memberi pelajaran Hadits, beliau berwudhu terlebih dahulu, kemudian duduk diatas alas sembahyang dengan Tawadhu’. Beliau sangat tidak suka memberikan pelajaran Hadits sambil berdiri ditengah jalan atau dengan tergesa-gesa, sehingga beliau mendapat julukan Ahli Hadits.

    Ahmad al-Syarbasih (ahli sejarah Mazhab-Mazhab Fiqih Mesir) Mengemukakan, Imam Malik baru mengajar setelah lebih dahulu keahlianya mendapat pengakuan dari 70 ulama terkenal di Madinah.Setelah benar-benar ahli dalam Hadits dan ilmu Fiqih, Imam Malik melakukan ijtihad secara mandiri dan mendirikan Halaqah, yaitu kelompok pengajian dengan farmasi murid mengelilingi guru.

    Adapun guru-guru beliau sangatlah banyak antara lain:

    a. Abdurahman ibn Hurmuz ( salah seorang ulama besar di madinah dari tabi’in ahli Hadits, fiqih, fatwa, dan ilmu debat)

    b. Rabi’ah al-Ra’yu (ulama fiqih)

    c. Imam Nafi Maula ibn umar ( ulama ilmu hadits)

    d. Imam ibn Syihab al-Zuhry8

    e. Nafi ibn Abi nu’aim

    f. Abu al-Zinad

    g. Hasyim ibn Urwah

    h. Yahya ibn Sa’id al-Ansari

    i. Muhammad ibn Munkadir9

    j. Said al-Ma’buri

    k. Amir ibn abdillah ibn az-Zubair

    l. Abdullah ibn dinar

    m. Zaid ibn Hibban

    n. Wahab ibn Kaisan

    o. Ayyub as-Sakhtiyani10

    Menurut riwayat yang dinuki Moenawar Cholil, bahwa diantara guru Imam Malik yang utama itu tidak kurang dari 700 orang.Diantara sekian banyak gurunya itu, terdapat 300 orang yang tergolong ulama tabi’in.

    Murid-muridnya

    Murid-murid beliau sangat banyak antara lain:

    a. asy-Syaibani

    b. Imam Syafi’i

    c. Yahya ibn Yahya al-Andalusi

    d. Abdurahman Ibn Kasim (mesir)

    e. Asad al-Furad at-Tunisi

    f. Ibn Rusyd

    g. Abu muhammad Abdullah ibn Zaid

    h. Ahmad ad-Dardi

    i. Imam ahmad as-Sawi

    j. Usman ibn Hakam12

    k. Ibnu al-Mubarak

    l. Yahya ibn Said al-Qaththan

    m. Muhammad ibn al-Hasan

    n. Ibnu Wahab

    o. Ma’an ibn Isa

    p. Abdurahman ibn Mahdi

    q. Abu Mansur13

    Karya-karyanya

    Kitab-kitab yang dikarang Imam Malik adalah:

    a. Kitab al-Muwaththa’, yang merupakan kitab yang dikarang imam malik

    dalam bentuk hadits Nabi yang berkaitan dengan masalah fiqih.

    b. Kitab al-Mudawwanahal-Kubra, yang merupakan kitab didalamnya termuat pendapat-pendapat Imam Malik seputar hukum Islam. Pendapat-pendapat Imam Malik mengenai hukum Islam juga dapat dilihat dari pendapat dan pelajaran yang disampaikan Imam Malik kepada muridnya dalam berbagai kesempatan. Dalam hal ini dapat dilihat dalam kitab murid-muridnya Imam Malik diantaranya:

    a. Matan al-Risalah fi al-Fiqh al-Malik, oleh abu muhammad abdullah ibn zaid

    b. Bidayah al-Mujtahid Wanihyah al-Mutasid, oleh ibn Rusyd

    c. Syarah al-Shaghir dan Syarh al-Kabir al-Barakah Sa’du. Oleh ahmad ad- Dardi

    d. Bulghah ak-Salit li aqrab al-Masalik, oleh imam Ahmad as-Sawi14

    Metodologi istinbath hukum Imam Malik

    Abu Zahrah merumuskan secara ringkas sistematika sumber hukum mazhab maliki yang dijelaskan Qadi ‘Yadh dalam kitab al-Madarikdan penjelasan Rasyid dari kalangan Fuqaha malikiyah dalam kitab Bahjah, sebagai berikut:

    a. Al-kitab

    b. Al-Sunah

    c. Amal ahli madinah

    d. Fatwa sahabat

    e. Al-qiyas

    f. Maslaha mursalah

    g. Istihsan

    h. Al-dzari’ah

    Berikut ini akan penulis uraikan tentang penggunaan dalil dan istinbath hukum Imam Maliki:

    1. al-Kitab

    Seperti halnya para Imam Mazhab yang lain, Imam Malik meletakan al-Qur’an diatas semua dalil karena al-Qur’an merupakan pokok syari’at dan hujjahnya. Imam Malik mengambil dari:

    a. Nas yang tegas dan tidak menerima takwil dan mengambil bentuk lahirnya.

    b. Mafhum muwafaqah atau fatwa al-kitab, yaitu hukum yang semakna dengan satu nas (al-Qur’an dan Hadits) yang hukumnya sama dengan yang disebutkan oleh nas itu sendiri secara tegas.

    c. Mafhum Mukhalafah, yaitu penetapan lawan hukum yang diambil dari dalil yang disebutkan dalam nash pada suatu yang tidak disebutkan dalam nash.

    2. al-Sunah

    Sunah menduduki tempat kedua setelah al-Qur’an. Sunah yang diambil oleh imam malik ialah:

    a. Sunah Mutawattir.

    b. Sunah masyhur, baik kemasyhuranya itu ditingkat tabi’in atau pun tabi’tabi’in. Tingkat kemasyhuran setelah generasi tersebut diatas tidak dapat dipertimbangkan.

    c. Khabar ahad, yang didahului atas praktek penduduk Madinah dan Qiyas. Akan tetapi kadang kadang khabar ahad itu bisa ditolak oleh Qiyas dan maslahat.

    3. Amal ahli Madinah

    Hal itu dipandang sebagai hujah, jika praktek itu benar-benar dinukilkan dari nabi SAW. Sehubungan dengan itu praktek penduduk Madinah yang dasarnya Ra’yu bisa didahulukan atas Khabar ahad.Imam Malik mencela ahli fiqh yang tidak mau mengambil praktek penduduk madinah, bahkan menyalahinya.

    4. Fatwa Sahabat

    Fatwa ini dipandang sebagai Hadits yang wajib dilaksanakan.Dalam kaitan ini Imam Malik mendahulukan fatwa sahabat dalam soal manasik haji dan meninggalkan sebagian yang lainya, dengan alasan sahabat yang bersangkutan tidak melaksanakan karena hal ini mukin dilakukan tanpa adanya perintah dari Nabi SAW.Sementara itu, masalah manasik haji tidak mukin bisa diketahui tanpa adanya penukilan langsung dari Nabi SAW. Imam malik juga mengambil fatwa tabi’in besar, tetapi tidak disamakan kedudukanya dengan fatwa sahabat.

    5. Qiyas

    Imam Malik mengambil Qiyas dalam pengertian umum yang merupakan penyamaan hukum perkara, yakni hukum perkara yang tidak ditegaskan dengan hukum yang ditegaskan.Hal ini disebabkan adanya persamaan sifat (illat hukum).

    6. Maslahah Mursalah

    Maslahah mursalah, yaitu kemaslahatan yang keberadaanya tidak didukung syara’ dan tidak pula dibatalkan/ditolak syara’ melalui dalil yang rinci. Kemaslahatan dalam bentuk ini terbagi dua yaitu:

    1. Al-Maslahah al-gharibah, yaitu kemaslahatan yang asing, atau kemaslahatan yang sama sekali tidak ada dukungan dari syara’.

    2. Al-Maslahah al-mursalah, yaitu kemaslahatan yang tidak didukung dalil syara’ atau nas yang rinci, tetapi didukung oleh sekumpulan makna nash (ayat atau hadits)

    7. Istihsan

    Istihsan adalah memandang lebih kuat ketetapan hukum berdasarkan maslahat juz’iyah (sebagian) atas ketetapan hukum berdasrkan Qiyas. Jika dalam Qiyas ada keharusan menyamakan suatu hukum yang tidak tegas dengan hukum tertentu yang tegas, maka maslahat juz’iyah mengharuskan hukum lain dan ini diberlakukan. Akan tetapi dalam mazhab maliki, istihsan itu sifatnya lebih umum yang mencakup setiap maslahat, yaitu hukum maslahat yang tidak ada nash, baik tema itu dapat diterapkan qiyas atau tidak, sehingga pengertian istihsan itu mencakup al-Maslahah al-Mursalah.

    8. Al-Dzari’ah

    Al-dazri’ah (berarti jalan yang menuju kepada sesuatu), yaitu sarana yang membawa pada hal-hal yang diharamkan maka akan menjadi haram pula, sarana yang membawa pada hal-hal yang dihalalkan maka akan menjadi halal juga, dan sarana yang membawa kepada kerusakan akan diharamkan juga.

    Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa dalil yang digunakan oleh Imam Malik dalam mengistinbathkan hukum adalah: al- kitab(al-qur’an), al-sunah, amal ahli Madinah, fatwa sahabat,qiyas, maslahah mursalah, istihsan, dan al-dzar’iah.


    Referensi:

    • Syaikh ahmad farid, 60 Biografi ulama salaf, penerj. Masturi irham, asmu’i taman, (jakarta: pustaka alkausar, 2006). cet. Ke-I h. 260
    • Hujaimah tahido yanggo , pengantar perbandingan mazhab, (jakarta: logos, 1997), cet. Ke I, h. 102-103
    • Ibid. h. 103
    • M. Ali hasan, perbandingan mazhab, (jakarta: PT raja grafindo persada, 1996), cet. Ke-II, h. 195
    • Muhammad hasbi asy-shiddqy, pengantar ilmu fiqih, (semarang: pustaka rizki putra, 1997), cet. Ke-I, h. 120
    • Ibid, Pengantar Perbandingan Mazhab,104
    • Abdul azis dahlan, ensiklopedi hukum islam, (jakarta: ichtiar baru van hoeven, 1970), cet. Ke-I jilid 4, h. 1093
    • Op,cit. h. 104
    • Dewan redaksi ensiklopedi islam, (jakarta: PT ichtiar baru van hoeve, 1997), jilid 3 cet. Ke IV h. 142
    • Syaikh ahmad farid, 60 BIOGRAFI ulama salaf, penerj. Masturi irham, asmu’i taman, (jakarta: pustaka alkausar, 2006). Cet. Ke-I h. 274
    • Ibid, Pengantar Perbandingan Mazhab, h. 104
    • Dewan redaksi ensiklopedi islam, ensiklopedi islam, (jakarta: PT ichtiar baru van hoeve, 1997), jilid 3 cet. Ke-VI h. 142-143
    • Syaikh ahmad farid, 60 BIOGRAFI ulama salaf, penerj. Masturi irham, asmu’i taman, (jakarta: pustaka alkausar, 2006). cet. Ke-I h. 274
    • Proyek pembinaan perguruan tinggi agama IAIN pusat direktorat pembinaan perguruan tinggi agama islam, pengantar ilmu fiqih, (jakarta: 1981), h. 110
    • Zulkayandri, fiqh muqaran, (program pasca sarjana uin suska riau, 2008), cet. Ke-I, h. 55- 56
    • Dewan redaksi ensiklopedi islam, ensiklopedi islam, (jakarta: PT ichtiar baru van hoeve, 1997), jilid 3 cet. Ke-VI h. 142-143
    • Nasrun haroen, ushul fiqh I, ( jakarta: logos, 1996), cet. Ke-I, h. 119
    • Dewan redaksi ensiklopedi islam, Ensiklopedi Islam, (jakarta: PT ichtiar baru van hoeve,
    • 1997), jilid 3 cet. Ke-VI h. 143
    • Ibid. h. 143

    Tidak ada komentar

    Diberdayakan oleh Blogger.